Ubaidillah. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Refleksi Kelompok 1 & 2


Kelompok 1.
Materi Kajian: Pengertian Dasar Dalam Ekologi Tumbuhan
Presentasi ini disampaikan oleh Hendi DKK
Dalam presentasi kelompok 1 ini yang dapat saya pahami adalah mengenai pengertian dasar dalam ekologi tumbuhan, yaitu suatu studi yang mempelajari struktur dan fungsi pengkajian hubungan kelangsungan organisme terhadap lingkungan. Dan ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu eikos (rumah) dan logos (ilmu)
Kemudian lagi adalah kajian ekologi yang ada dua, yaitu autekologi dan siekologi.
Sinekologi : hubungan populasi makhluk hidup dengan lingkungan
 Autekologi : hubungan makhluk hidup dengan makhluk hidup maupun dengan lingkungan
Dan yang terakhir yang dapat saya pahami setelah mengikuti presentasi dari kelompokini adalah mengenai macam-macam pembagian Ilmu ekologi yang meliputi  :
Ilmu ekologi evolusi
Ilmu ekologi manusia
Ilmu ekologi global
 Ilmu ekologi komunitas : vegetasi, hewan, abiotik
 Ilmu ekologi tingkah laku
Kelompok ini presenasi tidak lagi menggunakan ppt, sudah menggunakan video, saya kira ini merupakan ide kreatif dari kelompok ini, tapi ada hal yang mengganggu yaitu iklan dari videonya yang masih kelihatan, sehingga mengganggu audiens dalam membanca tuliasan yang ada.

kelompok 2.
Kajian Materi: Tumbuhan Dalam Lingkungan
Setelah mengikuti presentasi dari kelompok 2 ini yang dapat pahami adalah mengenai lingkungan dalam tumbuhan yakni semua faktor biotick dan abiotik yang potensial mempengarui tumbuhan.
Ø  lingkungan terbagi dua yaitu :
1.      lingkungan makro yaitu ingkungan berpengaruh secara umum.
2.      lingkungan mikro yaitu lingkungan yang dekat dengan tanaman secara potensial berpengaruh terhadap organisme.
Faktor pembatas : eksistensi suatu organisme atau kelompok organisme tergantung pada keadaan lingkungan.
Nische (nisia) atau relung : cara hidup atau respon organisme terhadap lingkungan. Fungsinya oleh faktor pembatas.
Ø  Strategi tumbuhan terhadap strees :
Strees biotik : strategi tumbuhan terhadap herbivore
Strees abiotik : kelebihan air, kekurangan air, terhadap sanitasi, terhadap suhu.
Dimana lingkungan hidup dari organisme merupakan semua factor biotik dan abiotik yang potensial yang mempengaruhi organisme. Untuk lingkungan biotik dipengaruhi oleh suhu, cahaya, air, dan tanah. Pada biotik dipengaruhi oleh individu, populasi komunitas, dan ekosistem. Kelompok ini juga menjelaskan tentang factor pembatas Liebig serta hokum minimum Liebig. adaptasinya yaitu adaptasi morfologi ( xerofit, hidrofit), adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
Prediksi: untuk kelompok yang akan presentasi minggu depan, yaitu kelompok 3 & 4 diharapkan akan tampil lebih baik dari kelompok sebelumnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gambar Hasil Praktikum Vertebrata

1. Pisces
   Cypricus carpio
Bentuk morfologi


Keterangan:
1.  Fovea nasalis
2.  Organon visus
3.  Rima oris
4.  Linea lateralis
5.  Pinna dorsalis
6.  Pinna pectoralis
7.  Pinna abdominalis
8.  Pinna analis
9.  Pinna caudalis
     10. Porus urogenetalis
         
       Anatomi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BOTANI EKONOMI SUKU ZINGIBERACEAE SEBAGAI OBAT TRADISIONAL OLEH MASYARAKAT DI KOTAMADYA BANJARBARU


Kota Banjarbaru merupakan bagian dari propinsi Kalimantan Selatan dikenal sebagai kota pendidikan, kota pemukiman, kota pemerintahan, kota jasa, industri dan perdagangan sehingga dihuni oleh berbagai etnis yaitu antara lain etnik Jawa, Banjar, Dayak, Madura, Bugis, Sunda, Batak daln lainnya (Abbas, 2002). Diasumsikan dengan dihuni oleh berbagai etnis tersebut maka masyarakat Banjarbaru kaya dengan khasanah pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional khususnya dari suku Zingiberaceae.
Dari hasil penelitian didapatkan 7 jenis anggota Zingiberaceae yang dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional di Kodya Banjarbaru pada berbagai golongan etnis, dari sekitar 20 jenis anggota suku Zingiberaceae yang diketahui melalui literatur menurut Sudarnadi (1996). Jenis-jenis tersebut adalah lengkuas (Alpinia galanga ), kunyit (Curcuma longa L atau C. domestica Val.), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), temu ireng (Curcuma aeruginosa), kencur (Kaempferia galanga L), temu kunci (Kaempferia. pandurata Roxb.), jahe (Zingiber officinale Rosc.).
Golongan etnis yang menggunakan jenis-jenis dari suku Zingiberaceae hasil survei ini diantaranya adalah etnik Jawa, Banjar, Madura, Batak, Dayak, Bugis, Sunda dan sebagian kecil Cina. Dari hasil survei diperoleh jumlah responden untuk etnis Banjar dan Jawa lebih besar persentasenya dibandingkan dengan etnis lainnya, yaitu 61 % untuk etnis Banjar, 23 % etnis Jawa dan sisanya 15 % merupakan gabungan dari beberapa etnis lainnya.
Nilai INP Penggunaan Suku Zingiberaceae sebagai Obat Tradisional pada Berbagai Etnis Pada 3 Lokasi Kecamatan. 
NO
Nama botani

Etnis




INP


Banjar
Jawa
Etnis lain
Cempk
Bj. Baru
L. Ulin

1
Curcuma domestica
36,4
30,8
32,7
38,9
35,4
35,9
6
2
Zingiber officinale
35,4
34,6
34,6
40,7
29,2
49,4
6
3
Kaempferia galanga
12,6
24,4
21,2
20,3
15,2
20,5
4
4
Alpinia galangal
6,8
6,8
-
14,8
2,8
8,1
-
5
Curcuma xanthorriza
15,5
12,8
17,3
14,8
14,6
19,1
-
6
Jaempferia pandurata
4,9
-
-
-
5,6
-
-
7
Curcuma aeruginosa
4,9
14,1
15,4
17,4
6,7
7,9
-

Jumlah responden
206
78
52
69
178
89

 Keterangan: Cempk=cempaka, Bj.Br= Banjar Baru, L.Ulin= Landasan Ulin, INP= Indeks Nilai Penting
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari tujuh anggota suku Zingiberacea, Curcuma domestica (kunyit) dan Zingiber officinale (jahe) memiliki persentase tertinggi sebagai obat tradisional pada semua golongan etnis. Penggunaan oleh etnis Banjar sebesar 36.4 % untuk kunyit dan 35.4 % untuk jahe, pada etnis Jawa sebesar 34.6 % untuk jahe dan 30.8 % untuk kunyit, sedangkan etnis lainnya 34.6 % untuk jahe dan 32.7 % untuk kunyit. Untuk tingkat pemanfatannya bila dilihat dari nilai Indeks Nilai Penting (INP) tiap jenis tumbuhan dari suku Zingiberaceae, tanaman kunyit dan jahe juga memiliki nilai INP tertinggi yaitu 6.
Penggunaan Zingiberaceae pada 3 lokasi kecamatan di Kodya Banjarbaru dapat dilihat juga pada Tabel 1, yang menggambarkan bahwa tanaman kunyit dan jahe juga memiliki persentase yang tertinggi daripada tanaman jenis lainnya pada ketiga kecamatan. Adapun untuk tingkat pemanfaatannya yaitu INP tanaman kunyit dan jahe bernilai 6 pada ketiga lokasi kecamatan tersebut. Secara keseluruhan tingkat pemanfaatan suku Zingiberaceae dari hasil penelitian belum merata untuk tiap jenisnya yaitu dengan melihat dari INPnya. Empat jenis dari suku Zingiberaceae (Lengkuas, Temulawak, Temu ireng dan Temu kunci) penggunaan tanaman tersebut masih dibawah 20 % dari jumlah responden untuk tiap etnis maupun pada tiap lokasi kecamatan, bila dibandingkan dengan tingkat pemanfaatan tanaman kunyit dan jahe yang bernilai INP = 6 (tingkat penggunaannya diatas 20% pada ketiga lokasi kecamatan dan digunakan oleh ketiga kelompok etnis). Maka dari hasil data tersebut menggambarkan bahwa tanaman kunyit dan jahe paling banyakdimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional oleh beberapa etnis pada ketiga lokasi kecamatan dari hasil survei yang telah dilakukan.
Para penduduk mendapatkan tanaman sebagai bahan obat tradisional lebih banyak dengan membeli di pasar karena digunakan juga sebagai bumbu masak, terutama masakan khas Banjar. Seperti dikemukakan Sudarnadi (1996) bahwa kunyit merupakan tanaman yang terpenting dari suku Zingiberaceae selain tanaman jahe karena memang banyak sekali kegunaannya selain sebagai bahan obat.
Selain untuk obat-obatan (jamu tradisional) dan minuman penyegar, kunyit juga digunakan untuk pewarna. Karena manfaatnya cukup banyak, kunyit menjadi tanaman penting di Asia, terutama Asia Tenggara. Di Indonesia kunyit selain digunakan untuk bumbu masak juga untuk bahan obat dan minuman kaleng. Pada pengobatan rimpang kunyit digunakan untuk memperlancar ASI, obat luka, sakit perut, meningkatkan nafsu makan serta memperlancar persalinan (Ashari, 1995). Bagian terpenting dalam pemanfaatan kunyit adalah rimpangnya, dalam pengobatan herbal digunakan untuk pengobatan demam, pilek dengan hidung tersumbat, rematik, diare, disentri, gatal-gatal, bengkak, bau badan, panas dalam, sariawan usus dan lain-lain. Selain itu kunyit mengandung zat kimia yang berfungsi sebagai untuk penyakit yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri / virus atau sejenisnya dan penurunan kekebalan / daya tahan tubuh. Kunyit mengandung kurkumin yang selain memberi warna kuning juga merupakan zat anti bakteri. (Winarto, 2004) 

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, E.W. 2002. Banjarbaru. Lembaga Pengkajian Kebudayaan dan Pembangunan Kalimantan, Banjarbaru.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Des. M. 1993. Inventarisasi Tumbuhan Obat Tradisional di Kotamadya Padang.
Abstr.2678. hal 38. Dalam Sari Laporan Penelitian dan Survei Jilid 18. 1995. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah – LIPI, Jakarta.
Dharma, A. 2001.Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder. Makalah Workshop Peningkatan Sumber Daya Alam Hayati dan Rekayasa Bioteknologi. FMIPA UNAND, Padang.
Hariyadi, S. 2001. Khasiat Tanaman TOGA untuk Pengobatan Alternatif. Penerbit
Kalamedia, Jakarta.
Hidayat, S. 2001. Ke Alam Mencati Obat Batuk & Flu. Intisari no. 453-TH XXXVII. April 2001. Hal 58-63.
Leaman, D.J. 1995. Malaria Remedies of The Kenyah of The Apo Kayan, East Kalimantan, Indonesia Borneo : A Quantitative Assessment of Local Consensus As An Indicator of Biological Efficacy. Journal of Ethnopharmacology 49 (1995) 1-16.
Martin, G.J. 1995. Ethnobotany, A People and Plants Conservation Manual. Chapman and Hall, London.
Rifai, M.A. 1998. Pemasakinian Etnobotani Indonesia : Suatu Keharusan demi Peningkatan Upaya Pemanfaatan, Pengembangan dan Penguasaannya. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani III ( 5-6 Mei 1998, Denpasar-Bali) : 352-356.
Siagian, M.H & Sunaryo. 1996. Pemanfaatan Suku Zingiberaceae Sebagai Obat Tradisional oleh Masyarakat Lembak Delapan, Bengkulu, Abstr. 0554. Hlm 246 Dalam Indeks BeranotasiKeanekaragaman Hayati dalam Publikasi Ilmiah Staf Peneliti Pusat PenelitianBiologi-LIPI, 2002. Biodiversity Conservation Project, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.
Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya, Jakarta.


 lebih lengkpnya  klik disini

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS