Ubaidillah. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Animal Phsychology "Tikus-tikus Setia Kawan"

Hewan merupakan makhluk yang tidak mempunyai akal sebagaimana halnya manusia, tapi meskipun demikian tidak bisa kita pungkiri hewan juga bisa berprilaku seperti halnya manusai, seperti menangis, setia terhadap kawam, setia terhadap pasangan dan lain lain.
Ilmu perilaku hewan, pada keseluruhannya merupakan kombinasi kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada tingkah laku suatu jenis atau kelompok kekerabatan hewan yang tertentu. Ahli perilaku hewan juga disebut etolog.
 Darwin berpendapat bahwa tidak ada sifat baru yang perlu dimiliki semasa hidup individu. Pada dasarnya, teori Darwin berjalan sebagai berikut : diantara anggota-anggota sebuah spesies, terdapat variasi yang tak tehitung jumlahnya dan diantara anggota yang bermacam-macam itu hanya kelompok tertentu yang berhasil bertahan hidup yang bisa menghasilkanketurunannya.
 Dengan demikian terdapat ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ dimana anggota-anggota tebaik sebuah spesies dapat hidup cukup panjang untuk meneruskan sifat unggul mereka kepada generasi berikutnya. Terhadap jumlah generasi yang tak terhitung jumlahnya itu, alam kemudian ‘memilih’ siapa-siapa yang bisa beradaptasi paling dengan lingkungan mereka. Menurut Darwin, Istilah ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ (survival for the existence) adalah yang unggul yang bisa bertahan hidup (survival of the fittest).
Siapa kira tikus yang merupakan hewan mamalia ini bisa berprilaku seperti manusia.
Hewan pengerat ini sangat setia kawan. Mereka memahami makna persahabatan. Ketika dihadapkan pada sepotong coklat lezat dengan temannya yang sedang dalam bahaya, tikus akan mengabaikan coklat tersebut dan menolong temannya melarikan diri. 
Ini merupakan bukti pertama bahwa kebiasaan menolong pada tikus di dorong oleh rasa empati”, ujar Jean Decety, seorang profesor psikologi dari University of Chicago.
Para peneliti mengurung 30 ekor tikus rumah secara berpasangan. Masing-masing duo ditempatkan dalam satu kandang selama 2 minggi. Kemudian, mereka dipindahkan ke kandang lain dimana seekor tikus di jerat dengan perangkap. Pintu dari perangkap tersebut sangat sulit dibuka, akan tetapi, tikus akan tetap berusaha menolong temannya. Mereka tetap konsisten sekalipun butuh waktu 3 hari hingga 1 minggu untuk mengatasi perangkap ini.
Untuk menguji ikatan batin antar tikus, para ilmuwan menempatkan tikus mainan dalam perangkap tersebut. Tikus yang bebas itu tahu dan tidak bodoh untuk bersusah payah membebaskannya.
Untuk mengalihkan perhatian sang tikus penolong, sepotong coklat lezat diberikan. Tikus tersebut hanya akan mendekat dan mencium bau coklat tersebut, setelah itu ia akan mengabaikannya dan kembali sibuk menolong temannya. Bahkan walaupun ada tikus yang memakan coklat tersebut, ia pun akan segera berhenti dan menolong temannya. Ketika temannya berhasil diselamatkan, ia rela berbagi coklat tersebut.
Padahal tikus-tikus ini tak pernah kami latih”, ujar author Inbal Ben-Ami Bartal, salah satu peneliti.
Peggy Mason, seorang professor neurobiology mengaku terharu mengamati fenomena ini. Tikus penolong tersebut bahkan bersedia lebih dari setengah jatah coklatnya. Padahal bila mereka memakannya sendirian, biasanya mereka sanggup menghabiskannya.
Dari penelitian tersebut, tikus betina terbukti lebih mudah merasa empati dan lebih cepat untuk turun tangan dan menolong sahabatnya. Mason mengatakan bahwa penelitian ini telah menawarkan pelajaran yang sangat layak diteladani oleh manusia. Jika tikus saja dapat berempati dan bersikap setia kawan, bukankah seharusnya manusia melakukan lebih dari itu?
"Untuk memenuhi tugas Ekologi Hewan Bio UMM"



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS